e-Learning dalam Pembelajaran

Motivasi pelaku pasal adalah kondisi riil, tentunya harus berbeda dengan pelaku dan penggiat pembelajaran. Fokus utama adalah kegiatan pemetaan proses pendidikan tradisional yang berada dalam “gempuran” lingkungan digital. Pertimbangan dari persyaratan proses belajar dan kebutuhan pebelajar telah banyak diabaikan dalam praktek. Tapi, belajar hanya dapat terjadi ketika mengindahkan konteks spesifik dari mana kegiatan belajar akan terjadi serta membuat pendukung motivasi untuk keterampilan individu, kepentingan, sikap mental dan kemampuan. Oleh karena itu  pebelajar harus menjadi pusat untuk semua e-Learning. Belajar dalam pengertian ini adalah aktif, selfregulated , proses konstruktif dan terletak (Duffy et al. 1992, Bransford et al. 2000) satu konteks sosial. Itu berarti belajar memiliki karakter prosedural dan aktif, yang harus mengarah pada konstruksi pengetahuan pembelajar pada latar belakang pebelajar untuk memperoleh pengalaman yang bersifat individu dalam pengetahuan pengetahuan ( Mandl et al. 2002, Sun et al. 2003). Model yang meletakan pebelajar sebagai pusat merupakan paradigm pembelajaran konstruktivis (Piaget 1977, Maturana et al. 1987, Clement 1989, Papert 1992). Selanjutnya, akan berkembang definisi baru dari e-Learning yang mengambil pendekatan konstruktivistik.

Baca Juga :  Pengaruh pembelajaran visual auditori kinestetik Terhadap perkembangan intelegensi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *