Pentingnya Karateristik Moral Pada Siswa

ABSTRAK
Karakteristik moral sangat melekat bagi para orang tua, karena pentingnya karateristik moral bagi kehidupan sehari-hari. Moral bertujuan untuk melatih kepekaan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat ditanamkan sejak dini dengan konteks pendidikan formal, madrasah ibtidaiyah sebagai lembaga pendidikan formal pertama yang berkewajiban mendidik anak usia 7-12 tahun. Pada usia tersebut merupakan awal yang tepat untuk membentuk moral pada anak. Oleh karena pendidikan moral di madrasah ibtidaiyah merupakan hal yang sangat efektif dalam perilaku anak untuk masa mendatang. Jika anak tersebut sudah ditanamkan moral dalam berbicara dalam perilakunya di usia dini mereka akan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu sampai di masa yang akan dating hal itu akan melekat pada dirinya. Saat ini banyak kasus yang mencerminkan lunturnya moral pada siswa, seperti bullying, kekerasan. Bahkan hal seperti itu sudah biasa dikalangan pelajar padahal hal seperti itu dapat menyebabkan trauma yang mendalam bagi korbannya. Disini peran orang tua sangat dibutuhkan dalam menumbuhkan rasa keterbukaan dan peningkatan moral pada anak, agar mereka mau menghormati orang lain.
Keywords: pentingnya karateristik moral

 Pentingnya Karateristik Moral Pada Siswa

PENDAHULUAN
Arus globalisasi yang semakin pesat saat ini, berpotensi mengikis jati diri bangsa, dengan semakin canggihnya teknologi yang ada akan membawa imbas yang sangat besar terhadap pola hidup individu, terutama melalui akses informasi seperti internet yang sifatnya bebas dan tanpa batas. Banyaknya budaya luar yang masuk dapat membuat nilai-nilai budaya Indonesia yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang.
Sejumlah ketimpangan sosial dan moral hampir terjadi setiap hari disetiap lapisan masyarakat indonesia, baik pejabat publik, pemerintahan, masyarakat umum, bahkan dalam kehidupan pelajar. Terjadi bermacam-macam perilaku yang mencerminkan moralitas yang rendah. Seperti para pemimpin yang tidak dapat dicontoh karena korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan kasus pada anak- anak dengan berbagai perilaku yang menunjukkan kualitas moral yang semakin rendah seperti kebohongan, licik, egois, dan melakukan kekerasan kepada teman yang lemah atau yang sekarang familiar dengan istilah bullying.
Kurangnya perhatian orang tua maupun guru menjadi faktor utama rendahnya moral anak. Jika anak dari kecil tidak diajarkan tentang moral dan sopan santun, maka hingga dewasa ia akan terbiasa untuk bersikap seenaknya. Oleh sebab itu sebagai calon orang tua dan guru sudah waktunya untuk menanamkan nilai moral sejak dini kepada anak, karena itu akan menentukan sikapnya dimasa depan.
Manfaat dalam penerapan nilai moral sejak dini ialah dapat mempermudah proses pembelajaran secara umum, untuk mencegah kenakalan remaja. Anak MI dituntut untuk memiliki moral, karena seusia mereka mudah dalam berteman jika mereka tidak memiliki moral maka akan mudah terpengaruh. Oleh sebab itu moral harus ditanamkan sejak dini dan secara seimbang kepada anak.
Anak sangat membutuhkan moral bukan hanya untuk perilaku sehari-hari tetapi juga dalam pengembangan minat dan bakatnya. Misalnya dalam prestasi akademik anak pasti membutuhkan interaksi dengan orang lain, moral menjadi faktor utama dalam hal tersebut. Dalam pengembangan bakatnya kita juga dapat meningkatan kualitas moral pada anak tersebut. Salah satunya yaitu dengan sering mengajaknya untuk bersosialisasi dengan teman-teman sekitanya. Dimasa milenial seperti saat ini kualitas moral pada anak sangat menurun, karena kurangnya sosialisasi saat berkumpul. Mereka memang berkumpul bersama namun malah asyik dengan gadgetnya masing-masing. Bukan rahasia umum lagi anak MI sudah diperbolehkan menggunakan hp oleh orang tua. Hal tersebut sudah termasuk kerusakan moral sejak dini, anak cenderung individualisme dan kurang terbuka dengan lingkungan sekitar.
Efek globalisasi sangat dirasakan oleh para orang tua. Seperti kasus bullying yang sudah tidak asing bagi orang tua. Bullying merupakan salah satu contoh kerusakan moral dikalangan pelajar, tidak pandang usia mulai dari MI hingga Sma mungkin itu sudah hal yang sering terjadi. Hal tersebut merupakan contoh dari rusaknya moral pada siswa. Mereka menganggapnya sepele padahal itu dapat berdampak buruk pada psikis korban bullying, sehingga memubuatnya trauma.
Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup yang diwarnai oleh pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian terhadap hal yang baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kurangnya kepedulian akan hal itu, membuat anak-anak lebih memetingkan egonya sendiri. Hingga lupa terhadap nilai moral yang ada dan lingkungan sekitarnya.
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Moral
 Dalam bahasa Latin: Moralitas; Arab: أخلاق, akhlāq adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.[1]
Pengertian moral menurut Hurlock mengatakan bahwa perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat.  Perilaku moral dikendalikan konsep-konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Pengertian moral menurut Webster New word Dictionary moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku.[2]
Piaget berpendapat bahwa moral adalah attitude of respect for persons and for rules (perilaku yang menunjukkan rasa hormat kepada orang-orang dan aturan-aturan). [3]Sedangkan Helden dan Richards merumuskan pengertian nilai moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, serta tindakan yang dibandingkan dengan tindakan lain. Tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan.[4] Selain itu, menurut Muhammad Takdir Ilahi,  pengertian moral ialah ajaran-ajaran atau wejangan, patokan atau kumpulan aturan baik lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.[5]
Secara etimologis, moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang mengandung arti adat kebiasaan. Sedangkan moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai :         
1. Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya
2. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya
3. Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.[6]
Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika diartikan sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.[7]
Moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dalam kehidupan. Tujuan pendidikan moral salah satunya agar terlaksana prinsip moral secara universal seperti keadilan, kebebasan dan persamaan setiap individu manusia.[8]
Moralitas memiliki tiga komponen, yaitu :
1.      komponen afektif atau emosional
Komponen ini terdiri dari berbagai jenis perasaan, seperti perasaan bersalah atau malu, perhatian terhadap perasaan orang lain, dan sebagainya yang meliputi tindakan benar dan salah yang memotivasi pemikiran dan tindakan moral seseorang.
2.   Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan pusat dimana seseorang melakukan konseptualisasi benar atau salah dan membuat keputusan tentang bagaimana seseorang berperilaku.
3.      Komponen perilaku
Komponen perilaku mencerminkan bagaimana seseorang berperilaku ketika mengalami godaan untuk berbohong, curang, atau melanggar aturan moral lainnya.[9]
B.     Manfaat Nilai Moral
Masa   sekolah   di   Madrasah   Ibtidaiyah   adalah   masa   penting   bagi perkembangan dan pertumbuhan anak karena pada masa ini anak-anak masih berada pada masa awal perkembangan dan pertumbuhan. Anak-anak Madrasah Ibtidaiyah  membutuhkan perhatian  dan  penanganan yang serius  guna  masa depan   mereka.   Cara   mendidik   yang   salah   akan   sangat   mempengaruhi perkembangan mereka, baik fisik maupun psikis.
Kriteria pribadi seseorang yang dianggap terdidik secara moral dapat dilihat dari pendekatan yang disebut cognitive-development. Tokoh pendekatan ini ialah Kohlberg, berpendapat bahwa pribadi manusia yang terdidik secara moral adalah pribadi-pribadi yang mampu menunjukkan kombinasi dari berbagai karakteristik dalam dirinya untuk menghadapi situasi moral. Karakteristik yang dimaksud antara lain: refleksi, berprinsip, memancarkan nilai-nilai keadilan, memiliki disposisi dalam bertindak, dan sadar akan keharusan untuk berinteraksi dengan situasi sosialnya.[10]
Secara umum nilai moral dapat sangat bermanfaat untuk peningkatan kedisiplinan anak dalam berbuat sesuatu. Mereka cenderung berfikir terlebih dahulu sebelum berbuat sesuatu. Memikirkan akibat apa yang akan terjadi sebelum melakukan sesuatu. Dengan begitu nilai moral nya akan bekerja.
Moral sangat bermanfaat untuk meningkatkan sikap saling menghormati terhadap orang yang lebih tua. Jika nilai moral sudah ditanamkan sejak dini mereka akan tau bagaimana cara bersikap atau cara berbicara kepada orang yang lebih tua, seperti orang tua, maupun gurunya disekolah. Mereka akan lebih terbiasa jika sudah ditanamkan sejak kecil.
C.    Peran Guru dalam Mendidik Moral
Tombak terpenting dari pendidikan berpegang pada pengajar, yang berperan aktif dan berinteraksi langsung dengan peserta didik. Menurut. Guru harus mempunyai kompetensi tertentu yaitu pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Pada zaman sekarang ini, mayoritas guru menekankan pemahaman, pembiasaan karakter siswa. Karena pada era sekarang, peserta didik sangatlah erat dengan teknologi atau gadget nya, yang membuat komunikasi dengan nyata kurang baik, akhlak yang kurang menunjukkan sopan santun di karenakan factor era teknologi. Maka oleh karena itu, penilaian utama yang harus diperhatikan guru yakni aspek afektif, kognitif kemudian psikomotorik.[11]
Saat ini seorang guru dituntut memiliki kompetensi dan kualifikasi yang baik bagi peserta didik dengan tujuan supaya proses pembelajaran memiliki mutu dan moral yang sangat tinggi sehingga kualitas pendidikan secara umum akan terus mengalami peningkatan baik dalam bidang pendidik dan siswa. Sosok guru memiliki peran yang luas dalam proses pembelajaran, sehingga guru tidak hanya menyampaikan materi dikelas tetapi juga menanamkan nilia-nilai positif dari proses pembelajaran terhadap peserta didik.[12]
Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional maka pemerintah harus melakukan terobosan dengan menekankan pelaksanaan pendidkan karakter pada peserta didik yang ditempuh melalui jalur pendidikan formal maupun non formal, yang dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi baik perguruan tinggi umum maupun Islam. Dengan demikian tujuan pendidikan di Indonesia dapat berkembang melalui penerus bangsa sesuai bidangnya sendiri-sendiri.[13]
Perkembangan terhadap sistem belajar mengajar membawa konsekuensi bagi guru untuk lebih meningkatkan peranan dan kompetensinya, karena proses pembelajaran dan hasil belajar siswa ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru dalam mendidik. Guru yang kompeten lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan mengelola kelas menjadi lebih menyenangkan sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Sebagaimana yang dikemukakan Adam & Decey (basic principleof student teaching) dalam kompetensi guru antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesionalitas dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan tidak hanya dalam mata pelajaran umum namun juga agama, moral, dan akhlak sehingga guru sebagai main person harus lebih meningkatkan kompetensinya karena guru juga harapan terbesar orang tua untuk anak-anak mereka.[14]
Paradigma demikian menyarankan guru untuk memberi siswa kesempatan untuk belajar lebih giat kepada sesama teman sebaya supaya mereka dapat saling bertukar pikiran dan belajar dengan cara mereka sendiri. Untuk itu kompetensi menjadi ukuran kemampuan guru dalam mendidik agar menghasilkan profesionalisme yang diharapkan bangsa dan negara
KESIMPULAN
Moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dalam kehidupan. Tujuan pendidikan moral salah satunya agar terlaksana prinsip moral secara universal seperti keadilan, kebebasan dan persamaan setiap individu manusia. Moral juga berkaitan dengan karateristik seseorang hanya dengan melihat sikap atau perilakunya orang dapat menilai moral seseorang baik atau buruk, tergantung dengan kebiasaan mereka. Oleh sebab itu kita harus sadar akan pentingnya nilai moral pada anak zaman sekarang yang perlahan mulai luntur. Perkembangan teknologi membuat anak zaman sekarang cenderung menyepelekan moral, hal itu dapat berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya. Banyaknya kasus bullying atau kekerasan pada anak disebabkan oleh moral yang sudah hilang.
DAFTAR PUSTAKA
1.       Cheppy Haricahyono, Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995),hal.361.
2.       Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.30.
3.       2019 Haines et al, “STUDI EVALUASI KINERJA GURU KELAS MI BERSERTIFIKASI IJAZAH NON-PGMI TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL DI KABUPATEN MAGELANG,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2013): 1689–99, https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
4.       Jurnal Pendidikan et al., “JPMI : Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Volume 1 Nomor 3 Juli 2019 e-ISSN: -” 1 (2019).
5.       MEMBANGUN KECERDASAN MORAL PADA SISWA MI, “No Title MEMBANGUN KECERDASAN MORAL PADA SISWA MI,” 1385, 1–20,
6.       Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012 ), hal. 182.
7.       Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 28.
8.       Thomas Lickona, Educating for Character (Mendidik untuk Membentuk Karakter), Penerjemah: Juma Wadu Wamaungu, ( Jakarta: Bumi Aksara,2013), hal. 62-63.
9.       https://id.wikipedia.org/wiki/Moral
10.    http://beritajambi.co/read/2017/04/28/970/pengertian-moral–nilai-dan-fungsi-moral-bagi-kehidupan-manusia
11.    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DASAR-DASAR%20PENGERTIAN%20MORAL.pdf
12.    http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/primary/article/view/1293[1]
Catatan Kaki
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Moral
[2] http://beritajambi.co/read/2017/04/28/970/pengertian-moral–nilai-dan-fungsi-moral-bagi-kehidupan-manusia
[3] Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.30.
[4] Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 28.
[5] Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012 ), hal. 182.
[6] MEMBANGUN KECERDASAN MORAL PADA SISWA MI, “No Title MEMBANGUN KECERDASAN MORAL PADA SISWA MI,” 1385, 1–20,
[7] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DASAR-DASAR%20PENGERTIAN%20MORAL.pdf
[8] http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/primary/article/view/1293
[9] Thomas Lickona, Educating for Character (Mendidik untuk Membentuk Karakter), Penerjemah: Juma Wadu Wamaungu, ( Jakarta: Bumi Aksara,2013), hal. 62-63.
[10] Cheppy Haricahyono, Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995),hal.361.
[11] Jurnal Pendidikan et al., “JPMI : Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Volume 1 Nomor 3 Juli 2019 e-ISSN: -” 1 (2019).
[12] 2019 Haines et al, “STUDI EVALUASI KINERJA GURU KELAS MI BERSERTIFIKASI IJAZAH NON-PGMI TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL DI KABUPATEN MAGELANG,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2013): 1689–99, https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
[13] Nur Hasanah, “Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa PGMI,” MUDARRISA: Journal of Islamic Education 9, no. 1 (2015): 169, https://doi.org/10.18326/mdr.v5i2.777.
[14] Pada Mahasiswa et al., “Syamil PROGRAM STUDI PGMI IAIN SAMARINDA : STUDI” 6, no. 2 (2018): 233–46.
Oleh : Devi Sakinatus Shofiyah
Baca Juga :  Pacaran dalam Islam

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *