Karakter berasal dari bahasa yunani charassein, yang berarti mengukir. Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Wardani menyatakan bahwa: Karakter itu merupakan ciri khas seseorang, dan karakter tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya karena karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya tertentu.
M. Hamid, berpendapat bahwa: Karakter merupakan sikap mendasar, khas, dan unik yang mencerminkan hubungan timbal balik dengan suatu kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan.
Karakter dalam kamus pendidikan berarti watak, sifat-sifat kejiwaan. Dan ilmu yang mempelajari tentang watak seseorang berdasarkan tingkah laku disebut dengan karakterologi. Karakter atau watak dapat dikembangkan oleh faktor-faktor pembawaan dan faktor-faktor eksogen seperti alam sekitar, pendidikan dan pengaruh dari luar pada umumnya.
Tapi pada kenyataannya kita sering mendapati seorang anak yang di usia kecilnya rajin beribadah, hidup teratur, disiplin dan selalu berprestasi di sekolahnya, serta patuh terhadap orang tuanya. Namun setelah sekian lama kita bertemu kembali dengannya di usia dewasa, kita tidak melihat lagi sifat-sifat yang telah melekat yang pernah melekat di usia kecilnya. Sebaliknya, kita melihat bahwa sifatnya berubah seratus delapan puluh derajat.
Dia sudah tidak memiliki sifat seperti dulu di usia kecilnya, tidak pernah mengerjakan solat, dia seorang pemabuk, dan hidupnya tidak teratur. Hal ini terjadi nampaknya perjalanan hidup telah mengubah semua sifat baiknya itu. Sebaliknya, banyak juga kita temui orang yang di usia mudanya memiliki sifat-sifat yang buruk, tapi dengan adanya nasihat yang terus menerus orang tersebut dapat berubah, tapi hanya sesaat saja.