Istilah yang digunakan dalam bidang ini adalah social studies yang kemudian istilah tersebut juga digunakan menjadi nama sebuah lembaga yang bernama Committee of Social Studies (CSS) pada tahun 1913. Pada fase ini sekitar tahun 1935, terjadi diskursus para intelektual di Amerika Serikat terkait pertumbuhan dan tantangan agar social studies dapat menjadi suatu disiplin ilmu yang solid.
Pada tahun 1940-1950, National Council for The Social Studies (NCSS) memunculkan sikap penekanan terhadap fakta-fakta sejarah dan budaya sebagai bagian hasil diskursus yang terjadi terhadap perlu tidaknya anak remaja bersikap demokratis dan kritis. Pada titik ini, ada dua diskursus tentang social studies, yaitu citizenship education atau social studies education. Diskursus ini terjadi dikarekanan adanya dua pihak yang mempunyai pandangan berbeda terhadap visi social studies.
Pada rentang tahun 1940 sd 1960an, ada dua gerakan terhadap visi social studies, yang pertama adalah gerakan mengintegrasikan disiplin ilmu-ilmu sosial dan yang ke dua gerakan untuk bertahan pada masing-masing disiplin ilmu sosial. Sekitar tahun 1955 terobosan besar dilakukan oleh Maurice Hunt dan Lawrence Metcalft yang berusaha mengintegrasikan antara citizenship education dan social studies education, dengan membuka sudut pandang baru terhadap hal yang bersifat closed area atau istilah yang masih tabu di masyarakat menjadi open area dalam konteks refleksi rasional dalam upaya agar siswa dapat mengambil sikap dan keputusan terhadap permasalah publik (reflectif thinking & critical thinking).
Pada tahun 1960an, muncul gerakan akademis yang memunculkan istilah the new social studies, diprakarsai oleh sejarawan dan ahli ilmu sosial dalam usaha mengembangkan kurikulum dan bahan ajar yang inovatif dan berskala besar, namun gerakan ini belum berhail sampai tahun 1970an, namun perlu ditekankan, gerakan ini berhasil meningkatkan social studies ke higher level of intellectual pursuit (Barr et al, 1977) yang melahirkan era pembelajaran social science education, walaupun secara substantif belum efektif dalam perubahan sikap siswa, dalam hal ini adalah sikap demokratis.
Pada era pembelajaran social science education, para ahli ilmu sosial dan sejarah banyak terpengaruh pemikiran Jerome Bruner yang mengatakan “any subject can be taught effectively in some intellectually honest form to any child at any stage of development (Barr et al, 1977 dalam Udin S. Winataputra, 2011), yang menyatakan bahwa setiap subject (materi) dapat diajarkan pada tingkat usia anak.